News  

Manajemen Lapas

Manajemen Lapas Agun Gunandjar Radar Aktual

Selama manajemen pemasyarakatan tidak patuh kepada kaedah-kaedah keilmuan, utamanya terhadap teori dan prinsip pengorganisasian atas urusan-urusan pemerintahan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Selama itu pula permasalahan yang ada dan selalu saja terjadi, hingga kejadian baru-baru ini di Lapas Sukamiskin Bandung, akan disusul kejadian-kejadian berikutnya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan lebib heboh (gaduh). Permasalahan di Lapas harus didekati secara legal dan faktual dari posisi dan fungsinya sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu.

Secara teoritis, Narapidana adalah manusia biasa yang juga memiliki kebutuhan seperti diutarakan Maslow. Penjara adalah “miniaturnya Negara”, baik atau buruknya kondisi kehidupan masyarakat suatu Negara dapat dilihat dan tercermin adanya, di Penjara.

Kriminalitas yang tinggi tercermin dari kuantitas dan kualitas isi penghuni penjara. Seperti saat sekarang ini tindak pidana Narkoba yg tinggi berkorelasi dengan isi Penjaranya.

Over kapasitas yang terjadi menandakan Negara belum mampu mengatasi masalah kriminalitas, masalah narkoba, yang selanjutnya bisa ditarik dengan jumlah pengangguran, serta permasalahan sosial lainnya.

Untuk itu, upaya penanganan segala bentuk permasalahan di lapas, harus dipecahkan secara konprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Sistem Peradilan Pidananya, peran Pemerintah, Masyarakat hingga keluarganya. Pendekatan retributif, detterence (penjeraan), rehabilitasi dan resosialisasi telah lama gagal diterapkan di berbagai negara.

Doktrin-doktrin pemidanaan tersebut digantikan oleh doktrin Re-integrasi sosial, dengan tujuan Pemulihan kembali kesatuan hubungan “Hidup-Penghidupan-Kehidupan” antar Napi dengan keluarga dan masyarakat, tanpa menghilangkan aspek derita/hukumannya. Dalam perkembangan hukum dikenal dengan “Restorative Juctice”

Karena Penjara tidak pernah mampu memberi jaminan prilaku warga binaannya menjadi lebih baik, apabila penanganan prilakunya serta pelaksanaan manajemen organisasi lapas nya tidak tepat atau tidak bersesuaian degan kaedah kaedah keilmuan Pemasyarakatan dan prinsip-prinsip manajemen.

Unsur manajemen harus lengkap adanya, mulai dari tata kelola SDM, keuangan, mesin, metode, hingga materialnya. Begitu juga dengan fungsi-fungsi-nya mulai dari perencanan, pengorganisasian, pelaksanaaan hingga pengawasannya.

Harus dalam satu tangan sehingga jelas pertanggungjawabannya.

Kalapas harus mendapat kewenangan diskresi yg cukup, dengan tetap wajib dipertanggungjawabkan, karena apapun yang terjadi terkait dengan lapas itu menjadi tanggung jawabnya secara penuh.

Adanya pemberontakan, kerusuhan, Keseharian narapidana, kecukupan air, makan, kesehatan serta aktifitas atau kejadian lainnya yang terjadi didalam lapas, seperti natapidana sakit hingga hilangnya nyawa-nyawa napi. Itu tanggung jawab penuh Kalapas.

Maka pemahaman tentang doktrin dan tujuan pemidanaan, posisi dan fungsi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Restorative Justice, pemahaman tentang kehidupan dalam penjara, kesakitan-kesakitan dalam pemenjaraan seperti yang diutarakan Prof. Sykes, yang diakibatkan pola hubungan interaksi antar sesama napi, sesama pegawai, antar napi dan pegawai baik yang bersifat formal maupun informal.

Harus difahami secara benar.

Kesemuanya itu membutuhkan Manajemen Penjara yang tepat, mulai dari unit tertinggi dalam hal ini Ditjen Pemasyarakatan sd UPT nya dalam hal ini Lapas dan Rutan. Yang secara hirarkis harus tergambarkan fungsi-fungsi manajemen tersebut secara tepat, mulai dari perencanaan hingga pengawasan dalam struktur oragnisasi berjenjang yang memadai.

Berkenaan dengan yang terjadi di lapas Sukamiakin, Untuk terapi awal dimana respon publik yang begitu negatif, Menteri Hukun dan HAM perlu membuat kebijakan baru guna memberi ketegasan tentang boleh tidaknya, diijinkan tidaknya, atas sejumlah benda, barang, sarana dan prasarana yang ada dan beredar dalam lapas dan dianggap sebagai barang “mewah”. Seperti HP, Laptop, AC, Dispenser, Toilet, Kamar, Saung dsb.

Hal ini dibutuhkan bagi petugas di lapangan agar ada jaminan dan perlindungan hukum dalam menegakan aturan untuk ketertiban di dalam lapas.

Yang kedua berikan kewenangan penuh kepada Dirjen Pemasyarakatan dlm tata kelola SDM Pemasyarakatan tanpa merubah pola organisasi yang ada melalui penempatan lapas kelas I atau lapas Khusus dari yang semula dibawah kakanwil dipindahkan menjadi unit yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada menteri cq Direktur jenderal Pemasyarakatan.

Penulis: Agun Gunandjar Sudarsa, Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Mantan Petugas Lapas kelas I Tangerang