News  

Kenapa Awal Ramadhan 2022 di Indonesia Berbeda? Ini Penjelasan Ahli

Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1443 Hijriah di Indonesia berdasarkan ketetapan pemerintah jatuh pada Minggu, 3 April 2022. Namun ternyata ada perbedaa penetapan awal Ramadhan 2022 di Indonesia.

Rapat sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan 1443 Hijriah dipimpin oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Jumat (1/4/2022).

“Secara mufakat 1 Ramadhan jatuh pada Ahad, 3 April 2022. Ini hasil sidang isbat yang disepakati bersama,” ujar Yaqut.

Hal ini berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah yang akan melaksanakan ibadah puasa atau 1 Ramadhan 1443 Hijriah pada Sabtu, 2 April 2022.

Lantas, mengapa ketetapan awal Ramadhan 2022 bisa berbeda?

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementrian Agama (Kemenag) Adib mengatakan, perbedaan awal 1 Ramadhan 1443 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah terjadi karena pendekatan yang digunakan berbeda dalam menentukan awal Ramadhan.

“Mengapa terjadi perbedaan (1 Ramadhan)? Tentu ada pendekatan yang berbeda dalam hal penetapan awal bulan Ramadhan, salah satu di antaranya ada menggunakan pendekatan ilwa hisab atau pendekatan hisab secara murni,” kata Adib dalam pemberitaan Kompas.com edisi 28 Maret 2022.

Untuk diketahui, pendekatan hisab adalah cara memperkirakan posisi bulan dan matahari terhadap bumi dengan proses perhitungan astronomis.

Sedangkan, pendekatan rukyat adalah aktivitas pengamatan visibilitas hilal atau bulan sabit saat Matahari terbenam menjelang awal bulan di Kalender Hjriah.

Perbedaan awal Ramadhan karena metode penetapan

Kementrian Agama (Kemenag) sendiri pada sidang isbat penentuan 1 Ramadhan 1443 Hijriah ini sudah mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan atau rukyatul hilal.

Awal Ramadhan 2022 akhirnya ditetapkan jatuh pada 3 April 2022, berdasarkan pantauan hilal di 101 titik. Menag Yaqut menjelaskan bahwa tidak ada satu pun yang melihat hilal selama pemantauan hilal di seluruh wilayah Indonesia.

Ketinggian hilal di seluruh Indonesia pada posisi 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10.02 menit berdasarkan hisab. Dengan begitu, hilal di Indonesia terlalu rendah dan tidak mungkin terlihat.

Mengacu pada MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura), untuk menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah, tinggi bulan minimal adalah 3 derajt dengan elongasi minimal 6,4 derajat.

“Artinya, di Indonesia ini hilal terlalu rendah dan tidak mungkin bisa mengalahkan cahaya syafaq sehingga tidak mungkin untuk terlihatnya hilal,” ujar anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag, Thomas Djamaluddin.

Thoman menambahkan, tinggi bulan atau hilal di wilayah Jakarta hanya 1 derajat 42 menit, yang artinya tidak sesuai dengan kriteria penentuan awal Ramadhan, yang mana menjadi penentu awal puasa.

Metode penetapan awal Ramadhan dari Muhammadiyah

PP Muhamadiyah menetapkan awal Ramadhan atau 1 Ramadhan 1443 Hijriah pada 2 April berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Ketetapan itu dikeluarkan dalam maklumat tertanggal 3 Februari 2020 yang ditandatangani oleh Prof Haedar Nashir selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Agung Danarto selaku sekretaris.

“1 Ramadhan 1443 H jatuh pada hari Sabtu Pon, 2 April 2022 Masehi,” demikian tulis maklumat tersebut.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar dalam Muhammadiyah.or.id mengatakan, metode hisab hakiki wujudul hilal digunakan karena sifatnya masih zonal dan belum global.

Artinya hanya bisa ditetapkan di Indonesia dan tidak masyarakat muslim di tempat-tempat lain.

Prof Syamsul menegaskan, antara Kalender Islam Global dan kalender wujudul hilal pada prinsipnya sama yaitu pada aspek transfer imkanu rukyat, yang hanya dipakai untuk wilayah Indonesia.

Imkanu rukyat yang terjadi di Kepulauan Riau, berlaku juga untuk daerah Ambon atau daerah lain yang berada di kawasan timur Indonesia.

Diskusi pendekatan hisab dan rukyat

Peneliti Observatorium Bosscha Bandung, Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa perbedaan ketetapan awal Ramadhan itu pasti akan selalu ada, karena memang pendekatannya berbeda.

“Rukyat itu mengkonfirmasi perhitungan, dan hisab itu mengkonfirmasi pengamatan apakah hilalnya sudah terlihat atau tidak,” kata Yusuf dalam Konferensi Pers Daring Observatorium Bosscha FMIPA Institut Teknologi Bandung, Kamis (31/3/2022).

Yusuf menambahkan, kedua metode ini memang harus dilakukan bersamaan atau saling melengkapi data yang ada. Tidak ada yang salah dengan satu pendekatan saja, tetapi mengandalkan satu pendekatan saja bisa jadi menimbulkan kekeliruan.

Ia mencontohkan, jika hanya mengandalkan pendekatan rukyat maka ketika cuaca di Indonesia di berbagai titik pemantauan hilal digelar tertutup awan tebal, kondisi atmosfer yang banyak debu, mendung atau bahkan hujan, maka pasti hilal akan sulit terlihat baik secara mata telanjang maupun dengan bantuan optik.

Sementara, jika hanya mengandalkan perhitungan hisab saja, menurut Yusuf, perhitungan memang umumnya diambil berdasarkan data-data saintifik yang ada selama ini.

Sebab, perhitungan juga tidak bisa berlaku selamanya, atau bahkan belum tentu akan berlaku sampai tahun-tahun berikutnya. “Perhitungan dan rukyat ini harus dilakukan bersamaan agar saling melengkapi,” kata dia.

“Perhitungan itu cuma berlaku dalam beberapa waktu atau periode saja. Tidak bisa selamanya,” tambahnya.

Oleh karena itu, Yusuf menyarankan agar ke depannya kedua ormas terbesar di Indonesia seperti Nahdatul Ulama dan Muhammdiyah yang kerap berbeda dalam perkara ini bisa sepakat untuk mendiskusikan dua pendekatan yang ada tadi. {kompas}