News  

Mahyudin: Warteg Disuruh Bayar Pajak, Orang Kaya Ngemplang Pajak

Mahyudin: Warteg Disuruh Bayar Pajak, Orang Kaya Ngemplang Pajak Radar Aktual

Primordialisme masih terlalu kuat memengaruhi sebagian besar rakyat Indonesia. Karena itu politik adu domba masih berjalan hingga saat ini. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR Dr H.Mahyudin ST MT saat menyosialisasikan 4 Pilar MPR RI di Trenggalek Jawa Timur.

Saat ini, lanjutnya karena primordialisme masih kental, maka jangan heran masih terjadi penjajahan ekonomi di negara ini.

“Nilai primordial yang positif perlu dijaga. Tapi ada juga nilai primordial yang negatif. Saya ini punya cita-cita menjadi presiden. Tapi teman-teman saya bilang saya gak mungkin jadi presiden karena nama saya Mahyudin. Gak ada huruf ‘O’-nya. Artinya saya bukan orang Jawa. Padahal pemilih terbesar orang Jawa. Makanya paling mungkin jadi presiden orang Jawa. itu juga karena primordial,” tutur Mahyudin di Pendapa Kabupaten Trenggalek, Senin (17/9/2018).

Padahal yang diperlukan saat ini bukan sekedar orang Jawa, tapi orang pintar, baik, dan amanah. “Kalau pintar saja banyak. 560 orang anggota DPR itu orang pintar semua. Tapi yang ditangkap KPK dari teman-teman saya di DPR juga banyak. Bahkan Ketua DPR juga ditangkap KPK,” beber Mahyudin.

Penjajahan, kata Mahyudin, terjadi hanya karena politik adu domba karena perbedaan. “Apa lagi primordialisme kita terlalu kuat,” katanya.

Mahyudin menegaskan, kalau masih doyan uang dan ingin kaya jangan jadi pejabat. “Kalau pengen kaya jangan jadi pejabat. Sebab kalau sudah jadi pejabat masih doyan uang dia pasti jadi maling. Kalau sudah jadi pejabat misal jadi anggota DPR maka harus berfikir sebagai negarawan. Segala sikap perilakunya hanya untuk kepentingan negara. Makanya disebutnya anggota dewan yang terhormat,” urai Mahyudin.

Ditambahkannya, di bidang penegakan hukum masih banyak hakim dan jaksa ditangkap KPK karena masih doyan uang. “Hakim itu disebutnya yang mulia. Karena dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia untuk menegakkan hukum yang berkeadilan. Tapi buktinya hakim-hakim ditangkapi KPK karena masih doyan uang, kepengen kaya. Itu pejabat tidak amanah. Masih bagus ditangkap KPK, coba kalau ditangkap dan digebugin rakyat,” jelas politisi Golkar ini.

Dalam kesempatan itu dijelaskan Mahyudin, dari lima sila, empat di antaranya sudah berjalan baik. Yang masih kurang berjalan baik sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Keadilan ini masih sulit dilaksanakan. Padahal rasa adil itu penting untuk seluruh lapisan masyarakat,” lontarnya.

Karena itu, kata Mahyudin, konsep ekonomi yang selalu ditawarkan adalah ekonomi kerakyatan. Sedangkan saat ini pengaruh globalisasi melahirkan konglomerasi dari sistem ekonomi kapitalistik.

“Maka gini rasio semakin tinggi. Trickle down effect yang diharapkan kapitalisme itu tidak terwujud. Tak ada itu yang namanya tetesan kemakmuran dari konglomerasi kepada rakyat,” ungkapnya.

Ia menegaskan saat ini rakyat kecil harus diangkat perekonomiannya dengan subsidi. Masyarakat berpenghasilan besar, harus membayar pajak jauh lebih besar.

“Di Eropa, wajib pajak yang pendapatannya di atas 75 juta Euro setahun dikenakan pajak di atas 50 persen. Nah, pendapatan pajak orang kaya ini untuk mensubsidi orang miskin. Di sini terbalik, warung tegal dipajakin, orang kaya ngemplang pajak,” pungkas Mahyudin.