Kisah Partai Golkar: Diancam Pembubaran, Alami Dualisme Hingga Kiprah Tiap Pemilu

Partai Golongan Karya (Golkar) merupakan salah satu partai besar sekarang ini. Lahir pada tahun 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang didirikan oleh militer khususnya Angkatan Darat (AD). Awal mulanya tujuan berdirinya Sekber Golkar untuk alternatif gagasan politik dan ideologi yang ketika itu sedang ada persaingan sengit antar ideologi saat itu. Namun pada perkembangannya pihak AD menjadikan Sekber Golkar untuk organisasi anti-komunis.

Memasuki Orde Baru Sekber Golkar berubah nama menjadi Golongan Karya (Golkar) pada 1971. Uniknya Golkar pada waktu itu menyatakan bukan sebuah partai politik tetapi merupakan golongan, mengingat pandangan miring masyarakat terhadap partai politik pada pemerintahan Soekarno yang saling menjatuhkan pemerintahan satu sama lain. Pada masa Orde Baru Golkar selalu keluar menjadi pemenang pemilu mengalahkan dua partai politik lain (PDIP dan PPP). Itu tidak terlepas dari intervensi dari pemerintah dan militer yang membuat Golkar mendulang banyak suara.

Hampir dibekukan

Setelah Soeharto memundurkan diri sebagai Presiden sekaligus mengakhiri Orde Baru dan memasuki era Reformasi. Pada Reformasi Golkar masih mendapat banyak cobaan pada awalnya. Salah satu yang sempat menghebohkan wacana Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). ketika itu Gus Dur sedang berselisih dengan DPR yang akhirnya mengeluarkan dekrit yang salah satu isinya membekukan partai Golkar sambil menunggu keputusan MA sebagai langkah menyelamatkan gerakan reformasi.

Ketua DPR saat itu, Akbar Tanjung yang merupakan Ketum Golkar tidak tinggal diam. Dia mengirimkan surat permintaan kepada MA menanggapi dektrit tersebut dengan tembusan pimpinan MPR dan fraksi-fraksi DPR. Ketua MA Bagir Manan pada akhirnya menyatakan dekrit Gus Dur berlawanan dengan hukum. Setelah dektrit itu mengalami kegagalan, gerakan menggusur Gus Dur menjadi besar. Pada akhirnya Gus Dur dimakzulkan dari kursi kepresidenannya dan digantikan oleh wakilnya Megawati Soekarnoputri

Visi Misi

Dilansir website resmi partai Golkar, visi dan misi partai beringin itu terdiri atas;

Visi: “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, modern, damai, adil, makmur, beriman dan berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bermartabat dalam pergaulan dunia.”

Misi:

Menegaskan, mengamankan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa demi memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mewujudkan cita-cita proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk merealisasikan masyarakat yang demokratis dan berdaulat, sejahtera dan makmur, menegakkan supremasi hukum dan mengjormati hak azasi manusia, serta terwujudnya ketertiban dan perdamaian dunia.

Mewujudkan pemerintahan yang efektif dengan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan demokratis.

Sebagai organisasi yang berkuasa selama Orde Baru, Golkar dalam setiap gelaran pemilu pasca reformasi masih memiliki pendukung yang kuat dari berbagai tingkat. Pada pemilihan legislatif tingkat DPR RI partai ini selalu berada di tiga besar dalam setiap pemilu dan untuk kursi di Senayan partai ini selalu menjadi dua besar setiap pemerintahan yang ada.

Itu juga terlihat pada kursi Golkar di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, meski jumlah kursi itu mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2019. Lebih detailnya dapat dilihat dalam uraian dibawah:

DPR RI

Tahun Suara (%) Kursi (%) Peringkat

1999 23.675.511 (22,43%) 120 (25,97%) 2

2004 24.480.757 (21,57%) 127 (23,09%) 1

2009 15.031.497 (14,45%) 106 (18,93%) 2

2014 18.424.715 (14,75%) 91 (16,25%) 2

2019 17.229.789 (12,31%) 85 (14,81%) 3

DPRD Provinsi

Tahun Kursi (%) Peringkat

2014 330 (15,62%) 2

2019 309(13,84%) 2

DPRD Kabupaten/Kota

Tahun Kursi (%) Peringkat

2014 2625 (15,46%) 2

2019 2412 (13,91%) 2

Dualisme Kepemimpinan

Setelah mendapat berbagai cobaan pada awal Reformasi. Golkar kembali mendapat permasalahan hebat pada tahun 2014. Diawali pasca pemilu 2014 yang saat itu ada dua kubu yang berbeda pendapat yaitu kubu Agung Laksono dan Kubu Aburizal Bakrie. Kubu Aburizal Bakrie memilih berada diluar pemerintahan (oposisi), sedangkan kubu Agung Laksono berada didalam pemerintahan.

Alhasil kedua tokoh itu saling mengklaim sebagai Ketum Golkar dengan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) berbeda. Kubu Angung Laksono mengadakan Munas IX Golkar di Ancol dan kubu Aburizal Bakrie mengadakan Munas IX Golkar di Bali. Kedua kubu sampai menempuh jalur hukum untuk mendapatkan pengakuan secara sah. Pada Maret 2015 Kemenkumham mengesahkan kemimpinan Agung Laksono hasil Munas Jakarta.

Tidak menyerah, Kubu Aburizal Bakrie mengajukan gugatan atas putusan kemenkumham tapi ditolak oleh hakim pada 10 Juli 2015. Kubu Aburizal melanjutkan upaya dengan mengajukan kasasi ke MA. Pada putusannya, MA mengabulkan kasasi dari kubu Aburizal Bakrie dan Aburizal Bakrie diakui secara sah Ketum Golkar pada periode Januari-Mei 2016.

Kondisi partai yang tidak kunjung kondusif membuat kedua kubu sepakat mengadakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Munaslub yang digelar di Nusa Dua, Bali menghasilkan Setya Novanto sebagai Ketum Golkar.

Tokoh Penting dan Terkenal di Partai

Identik dengan partai pengusaha, Golkar memang banyak diisi oleh para pengusaha. Banyaknya para pengusaha di Golkar sudah ada sejak masa Orde Baru. Pada masa sekarang Golkar masih didominasi para pengusaha meski sudah ada beberapa birokrat dan publik figur lain yang menghiasi partai ini. Beberapa tokoh-tokoh terkenal itu antara lain:

Airlangga Hartarto (Pengusaha)

Jusuf Kalla (Pengusaha)

Luhut Binsar Pandjaitan (Pengusaha)

Agus Gumiwang Kartasasmita (Politikus)

Bambang Soesatyo (Pengusaha)

Zainudin Amali (Pengusaha)

Dito Ariotedjo (Pengusaha)

Nusron Wahid (Politikus)

Tantowi Yahya (Presenter)

Nurul Arifin (Aktris)

Rian Ernest (Politikus)

Ridwan Kamil (Arsitek)

Wanda Hamidah (Aktris) {sumber}