Kursi Dubes RI untuk AS Kosong Hampir Dua Tahun, Anas Urbaningrum: Ini Tidak Lazim dan Merugikan

Anas Urbaningrum (IST)

Hampir dua tahun sudah kursi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat dibiarkan kosong tanpa pengisi definitif. Kondisi ini memunculkan keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk politisi senior dan mantan Ketua Umum PB HMI, Anas Urbaningrum. Ia menilai kekosongan tersebut tidak lazim, apalagi mengingat pentingnya posisi tersebut dalam menjaga hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat.

“Kurang lazim pos penting seperti ini kosong demikian lama. Keadaan yang tidak menguntungkan. Bukan berarti KBRI tidak bisa bekerja. Tetapi bekerja dengan kehadiran Dubes definitif pasti jauh lebih normal, baik, dan produktif,” ujar Anas di akun X (Twitter) miliknya, Selasa (8/4).

Menurut Anas, kehadiran duta besar di negara strategis seperti Amerika Serikat bukan sekadar simbol protokoler, tetapi berperan sebagai ujung tombak diplomasi politik, ekonomi, pertahanan, hingga kebudayaan. Apalagi dalam situasi global yang terus bergerak dinamis dan memerlukan respons cepat serta komunikasi intensif antara kedua negara.

“Kita bicara tentang hubungan dengan Amerika Serikat. Salah satu mitra dagang utama, pemain kunci dalam geopolitik global, dan negara dengan pengaruh besar dalam organisasi-organisasi internasional. Tentu, pos Dubes di sana tidak boleh dianggap remeh,” katanya.

Anas menekankan bahwa urgensi pengisian pos ini makin terasa ketika ada kebijakan-kebijakan spesifik yang memerlukan respon diplomatik cepat, seperti kebijakan tarif Presiden AS terdahulu, Donald Trump, yang berdampak pada ekspor Indonesia.

“Bayangkan ketika ada kebijakan seperti tarif Presiden Trump, atau ketegangan geopolitik kawasan Indo-Pasifik, lalu tidak ada Dubes definitif di sana. Itu membuat diplomasi kita tidak dalam posisi optimal,” ujarnya.

Kendati KBRI di Washington D.C. tetap bekerja di bawah kepemimpinan Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI), namun menurut Anas, diplomasi tanpa kehadiran seorang duta besar definitif akan selalu menghadapi keterbatasan dalam akses, otoritas, dan efektivitas.

Anas juga menepis kekhawatiran bahwa Indonesia kekurangan stok diplomat atau tokoh yang cakap untuk mengisi pos tersebut. Ia justru yakin bahwa banyak figur dari kalangan diplomat karier, profesional, maupun tokoh publik yang mumpuni dan memiliki kapasitas tinggi.

“Indonesia tidak kekurangan stok untuk mengisi pos tersebut. Tinggal kemauan politik untuk segera menempatkan orang yang tepat. Monggo, disegerakan,” pungkasnya.