Wisata  

Margo Redjo, Pabrik Kopi Berusia 100 Tahun, Sisa Kejayaan Bisnis Kopi di Semarang

Kota Semarang tentunya memiliki beragam daya tarik wisata sejarah yang sudah cukup terkenal di kalangan wisatawan, salah satunya adalah Kawasan Kota Lama. Namun, tidak jauh dari Kawasan Kota Lama Semarang terdapat pabrik kopi yang berusia lebih dari 100 tahun bernama Pabrik Kopi Margo Redjo.

Berlokasi di Jl Wotgandul Barat No 14, Kelurahan Kranggan, Semarang, Pabrik Kopi Margo Redjo berdiri di kawasan pertokoan pecinan Kota Semarang. Bangunan dari Pabrik Kopi Margo Redjo unik karena berbentuk seperti rumah dengan arsitektur Eropa Klasik, bisa dijadikan spot foto oleh Kawan GNFI.

Tetap Lestari hingga Generasi Ketiga
Dimuat dari Detik Jateng, Pabrik Kopi Margo Redjo kini dimiliki dan dikelola oleh Widayat Basuki Dharmowiyono yang berusia 79 tahun. Ia bercerita bahwa pendiri pabrik ini adalah kakeknya yang bernama Tan Tiong Ie, serta pada awalnya pabrik tersebut didirikan di Kota Cimahi pada tahun 1915.

“Kakek saya lahir di Kota Semarang, namun entah mengapa memutuskan untuk pindah ke Kota Cimahi. Mungkin bertujuan untuk mengurangi kepadatan rumah ini, karena zaman dahulu tidak ada tradisi merantau,” ucap Basuki.

Memulai bisnis tahun 1915 di Kota Cimahi, hingga akhirnya pada tahun 1924 Tan Tiong Ie memutuskan untuk membawa bisnis tersebut ke Kota Semarang.

Bukan Italia, Biji Kopi Terbaik di Dunia Ternyata Dari Indonesia lho!
Dia memboyong peralatan kopi yang dimiliki, serta mengembangkan bisnis kopi tersebut hingga menuju puncak kejayaan Pabrik Kopi Margo Redjo yang ditandai dengan besarnya ekspor kopi ke negara-negara Eropa.

Menikmati Kopi Sambil Melihat Peninggalan Sejarah
Di belakang bangunan utama, terdapat sebuah ruangan besar yang terdiri dari dua ruangan yang menyimpan mesin sangrai kopi zaman dahulu yang dibeli pada tahun 1930-an. Mesin tersebut adalah buatan Negara Jerman dan berkapasitas sekitar 30 kilogram.

Ruangan yang lainnya juga menyimpan mesin-mesin sangrai kopi berukuran cukup besar dan beberapa alat-alat kecil, yang merupakan produksi dari Negara Jerman dan Belanda.

Basuki menjelaskan bahwa puncak kejayaan ekspor kopi di Semarang dimulai sekitar tahun 1926—1929, karena saat itu Margo Redjo dapat mengekspor hingga 200 ton biji kopi atau 69 persen dari total ekspor dari wilayah Semarang.

“Puncak kejayaan ekspor kopi dimulai tahun 1926 hingga 1929, karena saat itu banyak permintaan ekspor kopi ke Hindia Belanda,” tutur Basuki.

Namun, sayangnya mesin-mesin tersebut sudah tidak beroperasi lagi karena dianggap kurang efisien. Terlebih lagi, sejak tahun 1930-an angka ekspor kopi sudah sangat menurun, sehingga jumlah produksi biji kopi sudah tidak sebanyak dulu.

Afutami Anggap Partisipasi Kebijakan Publik Seperti Beli Es Kopi, Semua Berhak Review
Hal ini juga dipengaruhi oleh tidak adanya pesanan dari Belanda sehingga Margo Redjo memutuskan untuk berhenti ekspor, sehingga sempat mengalami kerugian yang cukup besar akibat pembelian mesin-mesin sangrai kopi tersebut.

Saat Ini Berganti Nama Jadi Dharma Boutique Roastery
Pergantian nama menjadi Dharma Boutique Roastery dimulai pada tahun 2017, nama tersebut memiliki arti personal bagi Basuki Dharmowiyono di mana Dharma diambil dari namanya. Selanjutnya, menggunakan bahasa Inggris, Boutique Roastery karena ada harapan kelak pabrik itu bisa berdiri di luar negeri.

Pemilihan kata boutique merujuk pada ciri khas atau nilai utama dari toko kopi ini, di mana para pengunjung bebas untuk memilih jenis kopi apa yang ingin dinikmati.

Di sini, Kawan GNFI bisa menemukan segala jenis biji kopi dari seluruh Indonesia, mulai dari kopi Temanggung, Aceh, hingga Flores.

Walaupun mesin-mesin sangrai kopi telah mengalami perkembangan, namun Basuki tetap memilih masih menggunakan alat tradisional karena menurutnya alat produksi tradisional juga berpengaruh terhadap cita rasa kopi.

Selain itu, cita rasa kopi yang dihasilkan juga lebih pekat dan asap yang dihasilkan dinilai jauh lebih ramah lingkungan.

Saat ini Basuki memilih untuk menyebut warung kopi tersebut sebagai showroom, serta ingin menjaga usaha dari leluhurnya. Ia juga menyebutkan bahwa tidak ingin membuka cabang lain, karena ingin menjaga cita rasa asli Dharma Boutique Roastery.

“Saat ini kami beradaptasi dengan membuka showroom kopi untuk anak muda, sehingga bisa memenuhi kebutuhan lifestyle untuk ngopi dan nongkrong di satu tempat yang sama,” tutupnya.