Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, menyoroti rencana merger antara dua raksasa teknologi, Grab dan GoTo. Menurutnya, wacana ini bukan sekadar transaksi bisnis, melainkan soal dominasi pasar, perlindungan pekerja digital, dan kedaulatan data nasional.
“Merger ini bukan sekadar penggabungan dua korporasi besar. Ia berpotensi mengubah struktur pasar digital secara signifikan. Negara harus hadir mengatur, mengawasi, dan melindungi, bukan sekadar jadi penonton,” tegas Hanif di Jakarta, Sabtu (24/5/2025).
Politisi PKB yang juga mantan Menteri Ketenagakerjaan ini menilai, potensi penggabungan dua entitas besar akan menciptakan super-app tunggal yang menguasai sektor transportasi daring, pesan antar makanan, hingga sistem pembayaran digital.
“Jika dibiarkan tanpa regulasi tegas, ini bisa mematikan persaingan, merugikan UMKM, dan menekan mitra pengemudi,” ujarnya.
Hanif menekankan, efisiensi korporasi yang lahir dari merger tidak boleh mengorbankan kesejahteraan jutaan pekerja digital.
“Kita tak boleh membiarkan efisiensi korporasi berjalan tanpa kendali. Harus ada jaminan jelas agar tidak terjadi pemutusan hubungan kemitraan secara massal atau pemangkasan penghasilan mitra,” katanya.
Selain itu, dia juga menyoroti risiko dominasi data oleh satu entitas tunggal jika dua perusahaan yang bersaing di sektor transportasi daring, pesan antar makanan, dan layanan pembayaran digital, tersebut bersatu.
“Siapa menguasai data, dia menguasai perilaku pasar. Dan kalau itu dimonopoli satu entitas, kita sedang menciptakan ketergantungan baru yang bisa berbahaya. Ini soal kedaulatan ekonomi digital,” tegasnya.
Hanif pun mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan seluruh regulator untuk tidak tinggal diam.
“Jangan tunggu pasar sudah dikuasai baru bertindak. Harus ada langkah preventif untuk menjaga iklim usaha tetap sehat dan kompetitif,” katanya.
Dia memastikan, Komisi XI DPR RI akan mengawal ketat rencana merger tersebut. “Kami akan memanggil para pihak untuk memastikan proses ini transparan dan berpihak pada publik. Merger boleh, tapi jangan sampai rakyat jadi korban dan negara kehilangan kendali,” pungkasnya.(Sumber)