Menteri Keuangan Sri Mulyani diingatkan untuk tidak meremehkan ancaman resesi ekonomi saat ini. Hal ini perlu diperhatikan sekalipun pemerintah mengklaim infrastruktur ekonomi sudah lebih baik.
“Meski struktur dan fundamental ekonomi Indonesia dikatakan jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang terjadi di Sri Lanka, namun bukan berarti bebas ancaman resesi,” ujar anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad kepada wartawan, Jumat (15/7).
Kamrussamad mencontohkan krisis yang terjadi di Sri Lanka yang dipicu salah satunya oleh krisis utang. Rasio utang Sri Lanka terhadap PDB mencapai 117 persen. Sementara rasio utang Indonesia saat ini 38 persen terhadap PDB.
“Meski demikian, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, rasio ini bisa meningkat,” katanya.
Lanjut legislator Partai Gerindra ini, IMF juga telah memprerdiksi ekonomi global yang makin suram untuk beberapa waktu ke depan.
Begitu juga dengan survei Bloomberg, yang memasukan Indonesia ke dalam 15 negara di dunia yang terancam resesi.
“Survei Bloomberg, menempatkan Indonesia negara terancam resesi bersama Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India,” terangnya.
Pertumbuhan ekonomi yang positif tidak jadi jaminan. Kata Kamrussamad lagi, tahun 1996 pertumbuhan ekonomi sangat tinggi, sekitar 8 persen lebih. Tetapi pertengahan 1997 terjadi krisis.
“Saat ini cadangan devisa Indonesia sudah berkurang sekitar 12 miliar dolar AS sejak September 2021, dan terus berkurang dalam 4 bulan terakhir ini. Apalagi ditambah tren capital outflow akibat kenaikan suku bunga The Fed,” bebernya.
“Belum lagi tren harga komoditas mulai menurun sekarang. Ini berpotensi mempercepat krisis valuta,” demikian Kamrussamad.(Sumber)