Pujian @Prastow Atas @Awemany Menendang Kepala Saya

Sekalipun belum memasuki tahapan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau terbiasa disebut Legislator Jakarta Raya dari Partai Golongan Karya (Golkar), saya sudah merasa perlu menyampaikan visi, misi dan janji ini lebih awal. Soalnya, saya sudah membaca Agenda dan Platform Calon Legislator yang berasal dari Partai Demokrat.

Tentu, apa yang mereka lakukan itu satu langkah maju, paling tidak di mata saya. Sehingga tanpa melewati proses penugasan fungsionaris dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, saya memberanikan diri juga hendak menyusun kertas posisi (positioning paper) terkait visi, misi, dan janji sebagai Calon Legislator.

Tentu saja, saya semula sama sekali belum ingin membaca apa yang ditulis, antara lain oleh sahabat saya, Dr Ardi Wirdamulia, atau lebih dikenal dengan akun twitter @awemany. Akan tetapi, manakala sejumlah sahabat mengirimkan pujian kepada apa yang ditulis Uda Awe, terutama dari Prastowo Yustinus (pemilik akun twitter @prastow), kepala saya seperti sengaja dibenturkan Mas Prastow ke tiang Monas.

Rujukan Prastow jelas, yakni www.ardiwirdamulia.com. Tanpa menunda lagi, saya segera melahap link itu, lantas membaca bagian Agenda dan Platform Uda Awe.

Bau wangi ekonomi pasar sosial segera hadir dalam apa yang disampaikan Uda Awe. Sesuatu yang tentu bukan tidak saya kuasai, tetapi tak ingin juga dianggap masuk ke wilayah ilmuwan lain. Tetapi, segera saya sadar, bukankah seorang politikus tiap saat siap ditaruh, ditempatkan, atau dibuang ke dalam komisi-komisi dalam tubuh legislatif apa saja, mau sesuai atau tidak dengan bidang ilmu, minat, atau bakat politikus tersebut, setelah terpilih?

Apa yang saya baca dalam bagian yang ditulis Uda Awe itu, bukan hal yang sama sekali baru. Lebih baik saya menunjukkan kebahagiaan terbesar setiap kali cuitan dari Uda Awe dan calon legislator Partai Demokrat lain muncul. Apa itu? Dedikasi yang tinggi terhadap Anies Rasyid Baswedan. Sesuatu yang nyaris saya jalankan sendiri, pada waktu Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

Loyalitas tanpa batas Uda Awe terhadap Anies, jauh menonjol dibandingkan dengan Agenda dan Platform yang bakal dikedepankan ketika terpilih menjadi anggota legislatif nanti.

Kalau ada timbangan kata-kata dalam setahun terakhir ini atas cuitan Uda Awe, barangkali lebih banyak berisi tangkisan, uraian, hingga rasionalisasi kebijakan yang dijalankan Anies Baswedan, ketimbang saya melakukan hal yang sama terhadap Airlangga Hartarto, misalnya. Uda Awe jauh di depan saya yang terseok, tentu atas pilihan sebagai spin control lebih dominan dalam cuitan saya, ketimbang spin doctor.

Upps, tunggu, saya belum ingin berdebat dengan Uda Awe. Jauh lebih baik bagi saya memilih lawan, yakni Calon Legislator yang diajukan oleh Partai Demokrat di Dapil Jakarta 10, ketimbang masuk ke Dapil Jakarta V, area ulayat pertarungan Uda Awe. Bisa saja, nanti, saya sampaikan undangan, sekaligus tantangan, guna membicarakan satu, dua, tiga, sampai empat pokok bahasan terkait Dapil Jakarta 10.

Atau makin fokus lebih detil lagi dengan kertas lotre yang ditaruh dalam kotak kosong, sembari mengambil salah satu dari lima kecamatan yang ada di Jakarta 10. Atau mungkin saja, satu atau dua kelurahan saja di dalam satu kecamatan yang sudah ditentukan.

Barangkali, dari sinilah apa yang sudah dimulai oleh Uda Awe menjadi langkah permulaan yang progresif. Yang lanjutannya, paling tidak bagi saya, adalah melakukan tantangan kepada Calon Legislator dari Partai Demokrat di Dapil Jakarta 10 guna menyusun Agenda dan Platform mereka, begitu juga partai-partai lain, misalnya dalam lima sampai sepuluh halaman.

Dari kertas posisi itulah perdebatan, percaturan, hingga percarutan dimulai. Langkah ini bakal memudahkan bagi anak-anak twitter menyusun jalur viral sendiri, ketimbang ikut bercericit dari kisah yang ditebar pihak lain.

Prastow masuk dunia twitter pada November 2009. Dua bulan kemudian, Februari 2010, saya menyusul. Awemany bergabung pada Desember 2010. Pengikut Prastow berjumlah 92.500, saya 266.000, dan Awemany 49.000. Dibanding saya atau Awe, cuitan Prastow tentu paling banyak dibaca.

Baik informasi yang disampaikan, hingga kawan setia yang membantah seperti @msaid_didu (dengan followers sebanyak 702.000), sering menarik perhatian siapapun, apalagi saya, guna memantengi akun Prastow, sembari sesekali bersorak, atau bahkan meminta keduanya untuk sering beradu cuitan.

Masalahnya, Prastow tak perlu diadu dengan Said Didu. Sementara Prastow, cukup dengan menulis: “Saya apresiasi pendekatan platform ini. Berani membuka rekam jejak, pemikiran, dan program, Semoga lancar dan sukses, oum @awemany. Saya cukup mengenal dapil ini. Semoga DKI wakil-wakil rakyat terbaik.” telah membuat kepala saya langsung cetar, seperti terkena tendangan Ronaldo.

Prastow tak perlu mention akun saya, misalnya, tentu dengan sekalimat cuitan, “Uda @IndraJPiliang kapan muncul seterbuka Uda Awe?’ Getaran energi pujian yang memang layak itu, sudah sampai di ujung hati, lidah, dan jari saya untuk bereaksi.

Namun, sebelum lebih jauh, saya perlu garis bawahi, kenapa sering menggunakan keterangan “Calon Legislator” atau “Fungsionaris” Dapil Jakarta 10 Provinsi Jakarta Raya, ketimbang akronim “DKI” seperti yang ditulis Prastow?

Berhubung, saya percaya apa yang dikerjakan oleh Presiden Joko Widodo, termasuk penyelenggara negara yang terlibat di dalamnya (seperti Prastow) betapa sebutan DKI untuk Jakarta sudah lama demisioner. Istilah DKI tinggal menghitung bulan, guna dikebumikan, barangkali dengan sebuah plang di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang berisi tanggal lahir dan tanggal wafat istilah DKI itu.

Guna tak ingin ikut terkubur bersama plang itu, sudah lama saya menulis dengan diksi “Jakarta Raya” untuk apa yang nanti hendak dikampanyekan dalam pemilu legislatif provinsi Jakarta. Dan dengan istilah Jakarta Raya yang saya pakai, sudah jelas visi, misi, dan janji pertama dan utama saya adalah mengirimkan rancangan undang-undang lewat hak inisiatif atau minimal melakukan revisi atas seluruh undang-undang yang terkait dengan Jakarta Raya.

Tentulah, proses itu lewat Legislator Nasional Partai Golkar, dalam hal ini yang nanti berhasil duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat, terutama yang berasal dari daerah pemilihan Jakarta Raya dan Luar Negeri.

Jika soal penguburan nama DKI ini sudah disepakati sesama politisi yang hendak maju di Jakarta Raya, baru kita bersama masuk materi berikutnya, yakni berdebat hingga hari pemilihan nanti tentang Agenda dan Platform Calon Legislator Jakarta Raya, terkhusus di Dapil Jakarta 10.

Bukankah begitu, Uda @Awemany? Kali ini, mari kita keroyok dulu Mas @Prastow yang masih pakai istikah DKI. Seluruh laskar dan gerilyawan yang berafiliasi dengan sebutan BIDJI! jangan ikut dulu, sebagai disclaimer!

Jakarta, Kamis, 16 Maret 2023.

Oleh Indra J Piliang