Sudah Tepatkah Pemerintah Terapkan PJJ Di Masa Pandemi?

Metode pembelajaran jarak jauh menghadapi Pandemi COVID-19 banyak dikeluhkan masyarakat. Masyarakat masih menggunakan sumber daya pribadi mereka sendiri untuk melakukan akses pendidikan sesuai dengan anjuran pemerintah.

Negara dikatakan sangat minim melakukan uluran tangan kepada mereka yang membutuhkan, terutama untuk mengakses kebutuhan pendidikan di masa pandemi Covid-19.

Salah satu yang menjadi hambatan dari persoalan itu adalah ketersediaan akses internet, termasuk infrastruktur tekhnologi guna menunjang kondisi darurat seperti sekarang.

Karenanya, Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian menekankan, kondisi ini menjadi pelajaran bagi kita semua terutama pemerintah mengenai prioritas pembangunan.

Hal ini menjadi perhatian khusus Hetifah saat ia menjadi pembicara dalam diskusi daring yang diadakan Gomile melalui program komunitas Golkar Milenial (GoMile) Chitchat pada Jumat, (24/07/2020) malam.

Karenanya, ke depan ia harapkan pemerintah bisa memberikan perhatian khusus untuk melakukan pembangunan infrastruktur tekhnologi sampai pelosok daerah.

“Pembangunan infrastruktur tekhnologi sampai ke pelosok harus lebih cepat. Ini menjadi evaluasi kita bersama. Selain itu perlu juga political wiil dari pemerintah daerah terhadap dunia pendidikan dan harus diutamakan. Apalagi di masa-masa seperti ini,” sebut Hetifah.

Dalam diskusi tersebut, Hetifah memberikan kesempatan terhadap beberapa penanya yang hadir di ruang diskusi daring Gomile Chitchat. Salah satunya adalah Haris Subagyo dari Kota Malang.

Ia menceritakan bagaimana kendala yang dihadapinya sebagai orang tua menyediakan akses pendidikan selama masa pandemi Covid-19.

“Kendala sinyal internet tidak stabil persoalan utama, di daerah-daerah dan pedalaman apalagi, harus mencari titik sinyal di luar rumah. Jadi kemenkominfo harusnya membangun BTS hingga tingkat desa,” ungkapnya.

“Kedua, orangtua banyak yang tidak memiliki Hp, jadi satu murid banyak yang meminjam hp ke tetangga atau temannya. Banyak masyarakat tidak mampu kesulitan.”

“Jadi belajar di rumah bagi saya sama sekali tidak efektif. Standarnya hanya memenuhi kewajiban. Saya ingin terobosan dari Komisi X DPR,” sambung Haris Subagyo lagi.

Hetifah pun menanggapi pertanyaan sekaligus pernyataan Haris dengan sangat bijak. Ia menganggap dalam kondisi darurat seperti sekarang, peran orangtua menjadi yang utama di dunia pendidikan.

Kolaborasi guru dan orangtua menjadi hal yang urgent. Pembelajaran sekolah melalui media daring juga bukan satu-satunya instrumen agar anak mendapat pendidikan.

“Banyak orang tua kreatif yang memanfaatkan kondisi sekelilingnya sebagai media pembelajaran. Jadi mereka tidak tergantung dengan pembelajaran daring. Anak-anak bisa lebih happy,” jawab Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Hetifah juga menyoroti persoalan masih belum meratanya infrastruktur tekhnologi, hal ini menurutnya akan menjadi evaluasi penting bagi pemerintah agar memprioritaskan kebijakan yang mengedepankan tekhnologi.

Mengenai standar dari pembelajaran jarak jauh yang dilakukan hanya demi mengejar penilaian dan standar yang memenuhi kewajiban. Hetifah juga memberi pernyataan sekaligus menjawab pertanyaan dari Febriansyah (22), Mahasiswa asal Bontang yang sedang menempuh pendidikan di Jogjakarta.

Ia sebelumnya menanyakan mengenai, apakah pembelajaran jarak jauh juga memuat penilaian pada aspek perilaku, karena selama ini, penilaian ini penting. Sementara, dalam pembelajaran jarak jauh, hal ini sulit dilakukan.

“Pembelajaran online ini diharapkan tidak hanya menilai hanya berfokus pada penilaian belajar, tapi juga perilaku. Makanya butuh kerjasama antara guru dan orangtua.”

“Kemendikbud juga perlu membuat modul terkait dengan evaluasi perilaku dan pedoman penilaian siswa saat belajar di rumah,” papar Hetifah.