Gerakan sepihak yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) harus direspons Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, KLB itu melibatkan pihak eksternal yang berada di lingkar pemerintah, yaitu Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Jika tidak direspons, maka hal itu bisa dimaknai sebagai tanda Jokowi setuju atas tindakan Moeldoko.
“Diamnya Pak Jokowi bermakna setuju dengan aksi Pak Moeldoko,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera melalui keterangan video yang diterima redaksi, Rabu (10/3).
Menurut Mardani, aksi mantan Panglima TNI itu dikhawatirkan bisa dimaknai dan diketahui serta disetujui oleh Presiden Jokowi. Sebab, Moeldoko hingga kini masih aktif sebagai Kepala KSP.
“Karena itu gonjang ganjing Demokrat sebetulnya sangat buruk bagi Pak Jokowi. Publik sekarang menunggu langkah Pak Jokowi,” tuturnya.
Sebab, kata anggota Komisi II DPR RI ini, apabila Jokowi diam atas gerakan yang diklaim KLB oleh Moeldoko CS kepada Partai Demokrat justru akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi itu sendiri.
“Karena itu, Pak Jokowi ditunggu aksinya segera. Ini jadi preseden buruk dan warisan buruk bagi kepemimpinan Pak Jokowi ke depannya akan dibaca sejarah seluruh anak bangsa,” pungkasnya.
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebelumnya mendatangi Kementerian Hukum dan HAM pada Senin (8/3) lalu.
Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan menyerahkan nota keberatan atas gerakan yang diklaim sebagai KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan menetapkan Moeldoko sebagai Ketum.
Pasalnya dari sisi penyelenggaraan dan peserta KLB di Deli Serdang tidak sesuai AD/ART partai demokrat yang sah. Atas dasar itu, AHY meminta Kemenkumham tidak memberikan legalitas alias menolak hasil KLB yang disebut abal-abal itu. {rmol}